Bahan Obrolan

Pondasi dasar dari awetnya sebuah obrolan adalah sebuah wawasan.

Septianur Aji Hariyanto
3 min readNov 5, 2023
Photo by Christina @ wocintechchat.com on Unsplash

Tidak semua orang memiliki bakat untuk berbicara dengan berbagai topik ke macam-macam kalangan. Pasalnya, setiap orang memiliki latar belakang yang berbeda-beda.

Saya baru menyadari ini ketika saya sempat menjadi seorang jurnalis beberapa waktu lalu. Setiap hari saya dituntut untuk melakukan wawancara dengan narasumber yang memilki beragam macam profesi.

Mulai dari pejabat, tokoh masyarakat, hingga warga sipil biasa. Tentu dari ketiga macam profesi ini memiliki bidang pengetahuan yang berbeda. Serta, cara mulai mengajak mereka untuk mengobrol pun juga ada tekniknya tersendiri.

Bagi saya paling mudah adalah mengajak bicara seorang pejabat. Hanya dengan melontarkan pertanyaan terkait isu yang mereka kuasai, dengan senantiasa mereka pun akan menjawab dan bahkan dapat menjelaskannya dalam durasi waktu yang lama.

Itu berbeda ketika kita memulai obrolan dengan warga sipil biasa. Mungkin, itu akan mudah ketika saya memulai obrolan terkait unggahan yang sedang viral di media sosial kepada warga yang tinggal di kota.

Namun, topik pembahasan tersebut tentu tidak akan berlaku jika saya diskusikan dengan para pemuda yang tinggal di desa. Beberapa orang mungkin mengikuti. Namun, kebanyakan dari mereka lebih menguasai topik yang ada di lingkungan mereka sendiri.

Seperti contoh para pemuda desa yang berada di sekitaran saya. Obrolan dengan mereka akan asyik ketika saya membahas terkait tradisi yang akhir-akhir ini sedang diminati kebanyakan orang di desa tersebut.

Contohnya kebudayaan sound system. Pada beberapa daerah di Jawa Timur, tradisi tumpukan sound system yang ditata menjulang tinggi di dalam sebuah bak truk sedang diminati oleh masyarakat.

Setelah ditata beberapa tingkat, kemudian diputarlah sebuah musik dengan genre Electronic dance music (EDM) yang dibunyikan dengan suara begitu nyaring. Didengar dari jarak 5 meter pun dada rasanya ikut bergetar.

Namun, tradisi ini sangat amat digemari oleh masyarakat di sekitaran daerah saya. Nah, jika saya paham betul terkait pembahasan ini, tentu untuk memulai obrolan dengan mereka akan terasa begitu mudah.

Karena jika kita ingin dapat mengobrol dengan siapa pun, tentu kita harus memiliki wawasan yang begitu luas terkait hal apa pun itu. Jadi, jangan beri batasan pada diri sendiri untuk mengetahui sesuatu yang baru.

Dan yang terpenting selalu pastikan terlebih dahulu latar belakang lawan bicara Anda. Cara mengetahui latar belakang lawan bicara yakni dengan menanyakan di mana tempat tinggal dan lahir mereka. Akan semakin sempurna lagi apabila Anda menanyakan asal suku mereka.

Jika Anda merasa memilki wawasan terkait latar belakang lawan bicara Anda, langkah selanjutnya yakni lempar pertanyaan yang kiranya lawan bicara Anda kuasai terkait seputar lingkungan tempat ia berada.

Dalam melempar pertanyaan, mungkin bisa Anda gunakan metode 5W+1H (What, Who, When, Why, Where, dan How) Atau dalam bahasa Indonesia yakni: Apa, Siapa, Kapan, Mengapa, Di mana, dan Bagaimana.

Teknik ini begitu ampuh. Cara tersebut saya gunakan untuk menggali data dari narasumber saat melakukan wawancara. Dan menariknya, juga dapat Anda gunakan dalam melakukan sebuah obrolan ringan.

Sejatinya manusia adalah mahluk yang suka sekali diberi kesempatan untuk menjelaskan sesuatu yang mereka kuasai. Ketika mereka menguasai topik tersebut, maka mereka akan sangat dengan percaya diri dalam menjelaskannya.

Jika Anda ingin obrolan dengan lawan bicara Anda awet dan tidak terputus, maka lontarkan sebuah pertanyaan dengan unsur 5W+1H tersebut. Dan yang terpenting, ketika Anda berada dalam sebuah obrolan, maka, wajib hukumnya untuk menjadi pendengar yang baik juga.

Perbanyak membaca, pahami isu terkini, serta melakukan pengamatan pada lingkungan sekitar adalah sebuah bahan dasar yang dapat digunakan untuk membuat bahan obrolan.

Namun, obrolan akan menjadi percuma apabila lawan bicara atau Anda sendiri tidak menjadi pendengar yang baik. Mari latihan mendengarkan terlebih dahulu, baru berbicara.

--

--

Septianur Aji Hariyanto
Septianur Aji Hariyanto

Written by Septianur Aji Hariyanto

Menulis dan merekam gambar. Upaya dalam merangkum ingatan.

No responses yet